Subscribe via e-mail

Senin, 23 Agustus 2010

0

Klasifikasi Hacker Berdasarkan Warna


Sobat blogger tentunya pernah mendengar istilah "HACKER".

Tau gak itu hacker…
Sejenis makanan gitu “ hacker ayam
Oh maaf itu ceker..
:D
Yang benar
“Istilah Hacker biasa dipakai untuk mendeskripsikan seorang individu ahli teknologi yang memiliki kemampuan untuk mengontrol komputer, aplikasi atau situs orang lain melalui tanpa seizin si pelaku.”
Akan tetapi, tahukah sobat blogger bahwa ada beberapa jenis hacker yang berbeda, dan tidak semuanya adalah jahat?hehe..
Ternyata Hacker juga ada kaitannya dengan WARNA
Berikut ini adalah 6 jenis hacker (Hats Hacker) yang berbeda:
1. White Hat Hacker (yang ini gak bisa diputihin, ntr gak dapat dibaca lagi..xxixixiixi)
2. Red Hat Hacker
3. Yellow Hat Hacker
4. Black Hat Hacker
5. Green Hat Hacker
6. Blue Hat Hacker
-. [OTHER]Grey Hat Hacker

1. White hat hacker,
Mereka juga dikenal sebagai ethical hacker, adalah asal muasal dari information technology, seorang yang secara etik melawan serangan terhadap sistem komputer. “Wew hebat
Mereka sadar bahwa internet sekarang adalah perwakilan dari suara umat manusia.
Seorang White Hat akan memfokuskan dirinya untuk membangun jaringan keamanan (security system), dimana Black Hat (lawannya) akan mencoba menghancurkannya.
ckckckck keren
White Hat juga seringkali digambarkan sebagai orang yang menerobos jaringan untuk menolong si pemiliki jaringan menemukan cacat pada system keamanannya.
Banyak dari mereka yang dipekerjakan oleh perusahaan computer security; mereka disebut sebagai sneakers.
Sekumpulan dari orang-orang ini disebut Tiger Teams.
Perbedaan mendasar antara White dan Black Hat adalah White Hat Hacker mengklaim mereka mengobservasi dengan Etika Hacker.
Seperti Black Hat, White Hat biasanya sangat mengerti internal detail dari security system, dan dapat menciptakan kode untuk memecahkan masalah yang ada.

2. Red Hat Hacker
Secara sederhana, Red Hat Hacker berpikir dengan:
* Hat (Red = Fire) / Perumpamaan Red Hat seperti Api
* Intuition = Intuisi adalah perasaan yang tak dapat dijelaskan bahwa sesuatu itu benar bahkan ketika Anda tidak punya bukti atau bukti itu
* Opinion = Pendapat, menilai sesuatu dari sisi yang berbeda.
* Emotion (subjective) = Emotion is everything.

3. Yellow Hat Hacker
Secara sederhana, Yellow Hat Hacker berpikir dengan:
* Hat (Yellow = Sun) / Perumpamaan Yellow Hat seperti Matahari
* Praise = Pujian, mereka melakukan itu untuk ketenaran (fame)
* Positive aspects (objective) = Berbuat untuk mendapatkan aspek yang positif

4. Black Hat Hacker
adalah hacker berorientasi criminal dengan sifat perusak.
Biasanya mereka ada diluar security industry dan oleh para modern programmers.
Biasanya Black hat adalah seorang yang memiliki pengetahuan tentang kecacatan system dan mengeksploitasinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Banyak Black Hat mengutamakan kebebasan individu daripada accessibility dari privacy dan security.
Black Hats akan mencari cara untuk membuat lubang yang terbuka pada system menjadi semakin lebar; mereka akan melakukan cara-cara untuk membuat seseorang memiliki kontrol atas system. Black hat akan bekerja untuk menghasilkan kerusakan dan/atau untuk mengancam dan memeras seseorang.
Black-hat hacking adalah sebuah tindakan yang tidak disetujui untuk membobol system tanpa seijin dari pihak berwenang, biasanya dilakukan pada komputer yang terhubung dengan jaringan.

"LIHAT PERBUATANMU
BLOM TERLAMBAT UNTUK BERTAUBAT
SEBARKAN KEBAIKAN DENGAN PULSA GRATIS
wkkakakaka"


5. Green Hat Hacker

Secara sederhana, seorang Green Hat Hacker berpikir:
* Hat (Green = Plant) / Perumpamaan Green Hat seperti Tanaman
* Alternatives = Mempunya beragam cara alternatif
* New approaches = Pendekatan baru, melakukan sesuatu dengan cara yang baru
* Everything goes (speculatif) = Sepotong informasi yang bersifat spekulatif, berdasarkan dugaan bukan pengetahuan (Pola pikir Green Hat)

6. Blue Hat Hacker
Secara sederhana, Blue Hat Hacker berpkir dengan:
* Hat (Blue = Sky) / Perumpamaan Blue Hat seperti Langit
* Big Picture = Mempunyai gambaran yang hebat tentang suatu hal.
* Conductor hat = Diibaratkan seperti konduktor.
* Thinking about thinking = Memikirkan apa yang dipikirkan (Genius nih gan) :iloveindonesia
* Overall process (overview) = Keseluruhan proses.
* Menunjuk kepada perusahaan konsultasi komputer security yang digunakan untuk menjalankan bug test sebelum system dijalankan.

(OTHER) Gray Hat Hacker
Grey hat dalam komunitas komputer security
adalah hacker dengan skill yang kadang-kadang bertindak secara legal dengan itikad baik, tapi kadang juga tidak.
Ia adalah perpaduan dari white dan black hat hackers.
Mereka meng-hack untuk keuntungan pribadi tapi tidak memiliki tujuan yang merusak.
Sebagai contoh, sebuah serangan terhadap bisnis perusahaan dengan praktik tidak etis dapat dikatakan sebagai tindakan Black Hat.
Tetapi, seorang Gray Hat tidak akan melakukan sesuatu yang jahat, walaupun dia telah melanggar hukum.
Jadi bukannya dikatakan sebagai Black Hat,
dia dikatakan sebagai Grey Hat Hack. Seorang yang masuk ke system komputer hanya untuk meninggalakan jejak, dan tidak melakukan tindakan perusakan, ini yang dinamakan Grey Hat.

"gini nih kalo perpaduan hacker,,, bisa Plin-plan gitu,, kadang baik,,
kadang jahat... kita do'akan aja deh supaya selalu berbuat baik. Amin"

"nah sekarang tergantung sobat untuk menyikapi y...
oke sobat Blogger...
jalankan terus kebaikan di muka bumi ini
sekecil kebaikan berarti besar buat anda dan orang lain"

Semoga bermanfaat!

Sabtu, 21 Agustus 2010

0

Agar Anak Tidak Menjadi Pembohong

Mulai usia 4 sampai 7 tahun, anak tengah memasuki masa intuitif. Di masa ini, imajinasinya berkembang pesat, sehingga ia masih rancu membedakan antara realitas dan fantasi. Baginya, sinterklas atau superman , misalnya, adalah tokoh realitas. Atau, kala ia menjumpai kaki boneka lepas, misalnya, lantas digunakannya sebagai ulekan.

Bukankah paha itu modelnya seperti ulekan? Jadi, pikirnya, "Oh, ini bisa buat ulekan, nih." Namun tidak demikian halnya sebelum anak berusia 4 tahun, "ia hanya mengenal benda sebagai objek, belum bisa dikembangkan sesuai imajinasinya," kata dra. Gerda K. Wanei, M.Psi dari FKIP Unika Atma Jaya, Jakarta.

Karena imajinasinya berkembang inilah, maka apa yang dituturkan anak kadang terasa ngawur dan kurang masuk akal bagi orang dewasa, sehingga kerap disalahartikan sebagai bentuk kebohongan. Padahal, terang Gerda, "anak seusia itu belum mengenal bohong dalam arti sesungguhnya. Bohongnya masih berupa bohong fantasi. Ia mengatakan yang tidak sebenarnya hanya untuk mengisi ketidaksinkronan antara realitas dengan fantasinya." Misalnya, si kecil pulang "sekolah" terlambat gara-gara mobilnya macet di jalan karena ada kecelakaan.

Meski ia tak melihat kecelakaan itu, tapi setiba di rumah, ia bisa menceritakannya, "Tadi ada kecelakaan, lo, Ma. Orangnya berdarah-darah, terus mobil ambulans datang, orangnya dibawa ke rumah sakit." Jadi, belum sampai pada bohong yang betul-betul bohong sebagaimana yang dilakukan anak usia di atas 7 tahun ataupun orang dewasa. Sehingga, kalau orang tua mengarahkannya secara benar, si kecil akan "mengaku" dengan jujur, kok.

TIGA PENYEBAB

Menurut drs. Monty. P. Setiadarma, MS/AT,MCP/MFCC dalam kesempatan terpisah, ada 3 penyebab anak melakukan kebohongan fantasi. Pertama, sebagai bentuk kompensasi. Misalnya, anak bercerita bahwa dirinya baru saja berkelahi dengan raksasa. "Heroisme ini merupakan bentuk kompensasinya. Ia tahu dirinya masih kecil dan lemah di tengah dunia yang begitu besar, sehingga ia mengkompensir dengan kehebatannya yang bisa setara dengan orang dewasa," jelas psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini.

Penyebab kedua ialah menunjukkan ekspresi superior. Misal, sepulangnya berkunjung dari kebun binatang, si kecil dengan menggebu-gebu bercerita pada teman-temannya bahwa ia bertemu dinosaurus. "Hal ini menunjukkan superior terhadap teman-temannya, bahwa kamu belum pernah melihat dinosaurus tapi aku sudah pernah melihatnya." Si kecil ingin menunjukkan identitas dirinya dan ingin selalu diperhatikan oleh lingkungannya atau lawan bicaranya. "Ia mempunyai kesan-kesan tertentu yang bisa dieksploitasikan. Dengan bercerita demikian, maka ia akan dikerubuti oleh teman-temannya."

Yang terakhir, sebagai ungkapan keinginan. Misalnya, si Upik bercerita pada ibunya bahwa ia baru saja bertemu dengan anak kucing yang sedang mencari ibunya. "Nah, bisa jadi hal itu sebenarnya merupakan ungkapan dirinya. Mungkin ia merasa terasing dan membutuhkan perlindungan dari orang tuanya." Oleh sebab itu, orang tua seharusnya peka, jangan malah bilang, "Ah, kamu bisa saja. Masa kucing bilang begitu? Kucing, kan, nggak bisa ngomong ."

Sementara soal serunya cerita yang dituturkan anak, lanjut Monty, tak bisa dilepaskan dari bacaan atau dongengan yang ia dengar maupun film-film yang ditontonnya. Bukankah anak pada usia ini sedang senang-senangnya pada dongeng/cerita, sandiwara boneka, menggambar dan lainnya yang bisa mengembangkan fantasinya?

Nah, tokoh-tokoh yang ada dalam bacaan/dongeng/film itu kerap menjadi layar proyeksi dunia anak. "Anak memproyeksikan dirinya dengan tokoh binatang, misalnya, karena ia belum bisa bicara mengenai dirinya sendiri. Ia belum bisa ngomong apa yang ia mau. Ia akan bilang, kalau anak sapi itu maunya begini, anak buaya itu maunya demikian. Padahal sebenarnya ia bicara tentang dirinya, aku, tuh, maunya begini."

Selain itu, bisa saja setelah melihat objek tertentu atau mendengar suara tertentu, ia berimajinasi tentang objek tersebut. Misalnya, mendengar suara ban meletus, anak akan berfantasi seakan-akan ada bom meledak. "Penghayatan perasaannyalah yang membuat ia berfantasi."

BERI PENGARAHAN

Namun, apapun penyebabnya dan bagaimanapun "heboh"nya cerita anak, Gerda meminta orang tua agar jangan buru-buru mencapnya sebagai pembohong ataupun pembual. Sebab, sikap orang tua yang demikian sama saja dengan mematikan kreativitas anak. Akibatnya, anak akan mengalami CD (creativity drop) . "Ia juga akan merasa mendapat stigma atau label sebagai pembohong atau pembual, sehingga akhirnya ia tak mau lagi berfantasi." Kalau sudah begitu, ia pun tak bisa mengekspresikan diri sesuai apa yang dihayatinya. Ini juga berdampak terhadap kreativitasnya kelak.

Usia 4-7 tahun, lanjut Gerda, sebenarnya merupakan peluang emas sekaligus bisa jadi bumerang. "Kalau salah mengarahkan, apalagi selalu memotong imajinasi anak dengan mengatakan ia pembohong, maka ia tak mau mengembangkan kreativitasnya dan jadi pasif." Padahal, di usia ini justru peluang emas untuk mengembangkan kreativitas anak, sehingga perkembangan otaknya juga bisa pesat. Bukankah otak kanan dan kiri harus dikembangkan secara selaras? Lagipula, bila anak tak punya fantasi sama sekali, ia akan berkembang menjadi orang yang sangat realistik, sehingga tak ada romantisme dalam hidupnya.

"Kedalaman emosinya jadi kurang baik. Dia tak bisa menjalin hubungan yang hangat dengan teman-temannya." Jadi, tandas Gerda, yang seharusnya dilakukan orang tua ialah mengarahkan imajinasi/fantasi anak. "Lakukan pengecekan pada anak seperti apa kejadian sebenarnya, lalu tunjukkan realitasnya." Misalnya, "Tadi Kakak turun dari mobil, ya, untuk melihat kecelakaan itu?" Si anak tentu akan menjawab, "Enggak, kok, Ma." Lalu tanyakan lagi, "Kok, Kakak bisa tahu kalau orangnya berdarah-darah?" Ia pun akan menjawab, "Bukankah kalau ada kecelakaan pasti orangnya berdarah-darah, pasti ada ambulans datang?"

Nah, pada saat itulah tunjukkan realitasnya bahwa orang yang mengalami kecelakaan itu belum tentu akan berdarah-darah. Dengan demikian, orang tua mengajarkan secara objektif, sehingga anak bisa menghubungan antara fantasinya dengan kenyataan. Alangkah baiknya lagi bila fantasi anak disalurkan kepada hal-hal yang produktif, tambah Monty. Misalnya, anak bercerita melihat dinosaurus, mintalah ia menggambarkan bagaimana wujud dinosaurus tersebut.

"Bukankah ini lebih produktif? Koordinasi motoriknya jalan, daya kreatifnya juga jalan. Jadi, perimbangan otak kanannya juga dilatih." Dengan demikian, orang tua tetap memberikan peluang anak berfantasi, tapi fantasinya sesuai dengan realitasnya. Pengarahan juga harus segera dilakukan jika fantasi anak sudah ngawur dan negatif. Misalnya, anak bercerita bahwa di "sekolah"nya tadi ada tank besar dan ibu guru terlindas tank. "Jangan-jangan itu adalah ekspresi ketidaksenangannya pada ibu guru. Mungkin memang ada tank di 'sekolah'nya. Tapi, kan, pasti ibu guru enggak kelindas tank. Bisa jadi ia habis dimarahi gurunya saat dekat-dekat dengan tank tersebut. Nah, ekspresi kebencian pada gurunya inilah yang memunculkan ungkapkan ibu gurunya kelindas tank," tutur Monty.

MENJADI PEMBUAL

Dampak buruk juga terjadi bila bohong fantasi dibiarkan berkembang tanpa ada pengarahan sama sekali atau pengarahannya sangat minim. "Kelak anak akan jadi pembual atau pembohong," ujar Gerda. Umumnya, membual ataupun berbohong dalam arti sesungguhnya, terjadi sesudah masa fantasi berlalu, yaitu setelah usia 7 tahun. Karena di usia tersebut, anak sudah bisa memahami realitasnya.

Jadi, kalau di atas usia 7 tahun anak masih saja bicara yang tak sesuai dengan realitas, maka bisa dikatakan sebagai hidden something atau menyembunyikan dari sesuatu, entah lantaran takut atau karena ingin menutupi diri. Namun begitu, adakalanya perilaku ini terjadi pula di usia 4-7 tahun. "Biasanya karena kepribadian si anak memang demikian. Ia omong 'besar' karena mempunyai bentuk kepribadian tertentu yang agak berlebihan."

Tapi tak usah cemas, hal ini sangat jarang terjadi, karena umumnya pada masa 4-7 tahun yang terjadi ialah bohong fantasi. "Tentunya orang tua harus bisa mencermati, apakah anaknya bicara bohong fantasi atau sudah benar-benar berbohong," ujar Gerda, Misalnya, si kecil menyenggol vas bunga sehinga pecah. Ketika ditanya siapa yang memecahkan, ia bilang kucing. "Nah, itu sudah berbohong." Orang tua juga harus tahu, kapan anaknya bohong fantasi dan kapan bohong beneran. Untuk itu, orang tua harus tahu karakteristik anak.

"Kalau memang karakteristiknya selalu ingin melindungi diri, mungkin kelihatan dustanya itu bual atau bohong beneran. Tujuannya untuk mencapai kenikmatan atau keuntungan tertentu. Tapi kalau bohong fantasi, anak biasanya sungguh-sungguh innocent dan memang sebetulnya itu hanya berkhayal yang cenderung agak membual."

Jikapun orang tua menemukan kebohongan beneran, menurut Gerda, sebaiknya orang tua jangan buru-buru marah, "tapi buatlah rekonstruksi." Misalnya, "Tadi si Mbak melihat Kakak menyenggol vas itu lalu jatuh. Bunda enggak marah, kok, tapi benar enggak Kakak yang menyenggol?" Sebab, terangnya, kebohongan bisa timbul karena bersumber dari tindakan orang tua juga. "Anak takut pada orang tua, karena kalau ia mengatakan jujur malah dimarahi atau dipukul."

JANGAN DIHUKUM

Gerda tak keberatan bila anak diberi punishment atau hukumaan karena berbohong beneran, "tapi hukumannya tak perlu fisik. Cukup misalnya, ia tak boleh menonton film kesayangan selama berapa hari." Lain halnya, bila anak berbohong fantasi, Gerda sama sekali tak setuju pemberian hukuman, "karena dia, kan, tak bermaksud jahat atau buruk dengan berbohong fantasi. Dia tengah mengembangkan imajinasinya." Lagi pula, tambah Monty, dengan orang tua meng-counter kebohongannya saja sudah merupakan hukuman. Misalnya, anak bercerita bertemu dinosaurus. Orang tua lantas bertanya, "Seperti apa warna dinosaurus itu? Mungkin kamu salah lihat. Yang kamu lihat itu mungkin jerapah. Memang iya, ya, lehernya mirip leher dinosaurus." "Ini merupakan reward dan punishment serentak. Di satu pihak, kita membantah pernyataan dia secara halus.

Di lain pihak, kita memberikan reward bahwa fantasi dia itu tak ada salahnya karena memang leher jerapah mirip leher dinosaurus." Jadi, yang paling baik adalah memberikan pengarahan dan pengertian sehingga si kecil dapat belajar membedakan antara khayalan dan realitas. Juga, agar ia tak kehilangan kreativitasnya dan tak berkembang menjadi seorang pembual/pembohong. (rps/nova)

Kamis, 05 Agustus 2010

0

Cara Lain Memandang Penyakit

Hiduplah dalam keadaan mulia. Kehidupan sekali yang berarti, dengan memberi manfaat kepada orang lain

Oleh: Shalih Hasyim*

SEBAGIAN besar penderitaan kehidupan kita akhir-akhir ini yang jauh dari arahan Al-Quran, bahkan kondisi fisik yang kronis, merupakan penyakit makna. Penyakit fisik diakibatkan oleh penyakit psikis. Akal yang sehat terdapat pada badan yang sehat (al-‘Aqlus Salim Fil Jismis Salim). Dan sebaliknya, badan yang tidak sehat merupakan turunan (derivat) dari pikiran yang buruk. Penyakit kanker, penyakit jantung, Alzheimer, dan berbagai gangguan lain yang kemungkinan besar didahului oleh depresi, rasa lelah, alkoholisme, dan kecanduan obat adalah bukti dari krisis kekosongan makna yang merasuk ke dalam sel-sel tubuh kita.

Pada akhirnya kematian pun dialami dengan rasa sakit dan kengerian, akibat miskin makna sebagai bekal mengelola kehidupan ini secara utuh, alamiah dan normal. Tidak ada jalan untuk mati secara damai, penuh rahmat dan berkah. Bahkan, baru-baru ini seorang kriminolog Eropa, setelah meneliti tingkat kriminalitas di Negeri Paman Sam yang sangat tidak masuk akal, dia menulis buku yang berisi cara mudah mengakhiri kehidupan (bunuh diri). Setelah membandingkan angka setahun kriminal bangsa Eropa, sama dengan 10 tahun bangsa Arab, dia sendiri menjatuhkan dirinya dari gedung pencakar langit. Diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul: Kaifa inha’ul hayati bisuhulah (bagaimana mengakhiri kehidupan dengan mudah).

Beberapa dokter spesialis dan kaum profesional di bidang kesehatan telah mulai memandang penyakit dari sudut pandang yang berbeda (nonmedis). Mereka mempersepsikan penyakit sebagai jeritan tubuh pemiliknya, agar mendapatkan perhatian khusus dalam kehidupan, yang apabila diabaikan dan ditinggalkan akan berefek pada kerusakan yang bersifat fatal dan permanen, ketidakseimbangan pertumbuhan fisik, emosi dan spiritual, bahkan mengakibatkan kematian yang mengenaskan. Mungkin sikap atau gaya hidup kitalah yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah dan kerumitan dalam nilai-nilai, hakikat atau makna kehidupan.

Inilah inti filsafat Victor Frankle, seorang psikiater besar dari Wina yang hidup pada zaman Freud, seabad yang silam. Ia disekap dalam kamp konsentrasi Nazi Jerman bersama seluruh keluarganya. Ia disiksa, dibiarkan kehausan dan kelaparan, disuruh kerja paksa, anak istrinya dibunuh. Tetapi, ia tetap hidup. Justru karena itulah ia menemukan makna kehidupan. Ia mengelola berbagai kesulitannya dengan optimisme. Ia pandai memaknai sesuatu di balik peristiwa.

Nazi Jerman boleh mengerangkeng dia, menyiksa habis (tanpa sisa) seluruh anggota tubuhnya, membunuh semua orang terdekatnya, tetapi mereka tidak bisa mencengkeram jiwa dan pikiran yang melayang bebas bersama Tuhan yang dijadikan tumpuhan akhir harapannya. Inilah makna kehidupan yang ditemukan orang asing Victor Frankle.

Makna hidup bisa bersifat umum dan universal, tapi bisa pula sangat sederhana dan mudah. Unik, spesifik dan sangat privat bagi kita masing-masing. Makna hidup adalah tanpa pura-pura dan pamrih. Makna hidup adalah untuk makna hidup itu sendiri. Dan makna hidup itu ditemukan bukan berbentuk barang (materi) yang diburu di mall, tempat-tempat wisata. Makna hidup diperoleh dari cahaya Allah SWT yang menerangi hati hamba yang dicintai-Nya.

Jika kita masuk dalam kategori barisan orang-orang yang dipandang sukses materi, hidup berkecukupan, pakaian serba wah, kendaraan mengkilat, ladang yang luas, tempat tinggal yang layak, bahkan berlebih, tetapi kebingungan mencari makna hidup, cobalah kita melakukan hal yang sederhana dan mudah. Buatlah program kehidupan Anda bermulti guna bagi orang lain. Sebaik-baik manusia adalah yang lebih banyak manfaatnya untuk orang lain (HR. Bukhari dan Muslim). Kehidupan kita berarti jika kita mengedepankan tradisi berkorban, memberi. Bukan berapa yang bisa saya ambil dari orang lain.

Carilah anak-anak yatim piatu, kaum dhu'afa (grass root) dan mustadh'afin (tertindas) untuk diasuh di rumah kita. Carikan orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Buatlah agar komunitas yang termarginalkan oleh pemodal dan penguasa itu tersenyum bahagia, berkat uluran tangan Anda. Berilah apa yang berlebih pada diri Anda dan jangan dihitung berapakah pemberian yang kita keluarkan. Pemberian kita harus di atas standar minimal. Sekalipun banyak orang tidak mau memberi, biarlah. Kita tetap memberi, karena semua pemberian itu akan kembali kepada kita (QS. Al Isra (17) : 7).

Allah SWT Yang Maha Pemberi, tidak pernah menghitung pemberian-Nya. Dengan suka memberi, kita tertantang untuk kreatif, produktif, dan inovatif. Yang tidak memiliki, tidak memiliki kemampuan untuk memberi (faqidusy syai’i laa yu’thihi). Setelah sukses satu pekerjaan, angkatlah pekerjaan baru yang lebih menantang (QS. Al Insyirah (94) : 7).

Makna hidup tidak harus orang lain tahu. Justru makna hidup yang sejati adalah sepi ing pamrih, rame ing gawe (beramal shalih tanpa hiruk pikuk). Hanya kita sendiri yang merasakan, memaknai, dan menikmatinya. Belajarlah makna hidup dari binatang penyu. Sekali bertelur berjumlah 500-3000 buah. Mencari tempat yang sepi dan gelap. Pemiliknya sendiri, tidak mengetahuinya. Binatang penyu boleh dikata, contoh kongkrit keikhlasan. Orang yang ikhlas, kata ibunda Amin Rais : Dicokot dadi otot, dijiwit dadi kulit, syetan ora doyan, dhemit ora ndulit. Orang ikhlas itu memiliki jiwa besar. Selalu bersikap positif dengan orang-orang yang menjahatinya. Justru dengan jiwa besar, setan dan makhluk halus lainnya tidak akan mampu menggodanya.

Barangsiapa yang awal kehidupannya tanpa makna, ending-nya akan sengsara. Sesungguhnya berbagai keluhan, protes, kejenuhan, gundah gulana, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan terhadap sesuatu secara berlebih-lebihan, disebabkan oleh rusaknya cara pandang dalam melihat dan mencermati makna kehidupan (innama tatawalladud da’awaa min fasadil ibtida).

Hiduplah dalam keadaan mulia, kehidupan sekali yang berarti, dengan memberi manfaat kepada orang lain atau jangan sekedar hidup, dan matilah dengan kesan yang sulit dilupakan bagi yang kita tinggalkan (‘isy kariman au mut syahidan). Jika dalam kehidupan kita tidak seimbang antara kebutuhan aktualisasi diri dan potensialisasi diri, akan mengalami kesepian. Dan kesepian cenderung melakukan tindakan destruktif. Dengan cara hidup mulia dan mati syahid, kehadiran kita selalu dirindukan dan kematian kita selalu dikenang. Semoga kita bisa mengambil ‘ibrah dari pelajaran “krisis makna”.

Ahmad Syauqi, sastrawan terkenal dari Mesir mengatakan: “Jagalah dirimu sebelum kematianmu dengan sebutan baik, sesungguhnya sebutan baik bagi manusia merupakan umur kedua.” [Semarang, 22 April 2010/hidayatullah.com]